Laman


Senin, 17 September 2012

CERMIN DIRI

Pertumbuhan mental spritual seseorang hanya akan hidup dan tumbuh subur bila berada dalam naungan cahaya ”matahari Islam”. Hanya mata hari Islam yang memiliki daya tangkal terha dap serangan kebathilan. Baik yang datang dari dalam diri mau pun dari luar. Hal itu disebabkan adanya kekuatan penolong dari hidayah Tuhan Rabbul Alamin atas diri orang-orang yang berada dalam sinaran matahar

i Islam. Tentunya dengan segala kerelaannya melaksanakan perintah-perintah dan mema tuhi setiap suruhan dan larangan, sebagai mana yang telah di te tapkan Tuhan. Sehingganya Tuhan Yang Maha Kuasa me ridhoinya dengan cahaya suci yang turun dari arasy, alam Ketu hanan Yang Mahatinggi.

Karena itu, dapat dipahami bahwa pertumbuhan mental spiri tual seseorang amat tergantung atas cahaya imannya. Hal itu ditentukan oleh kadar sejauh mana kesadaran seseorang me ngakui/mengimani dengan tulus dan ikhlas, awal akhir, lahir dan batin bahwa dirinya adalah insan mukmin. Manusia yang percaya bahwa ia yang percaya diciptakan Tu han Yang Maha Menciptakan, dan ditumbuh suburkan lewat proses hukum- hukum alam yang diciptakan pula untuk mengatur kehidupan itu oleh sang Khaliq’ul Alam. Al-Qur’an menyebut hukum- hukum yang mengendalikan kehidupan semesta alam dan dalam alam itu sebagai Sunnatullah.

Oleh karenanya, seseorang tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan hukum-hukum alam semesta yang telah diciptakan Tuhan Rabbul ‘Alamin. Hukum-hukum alam itu juga menyang kut hukum-hukum penciptaan dan proses-proses kejadian manusia dan alam kehidupannya, dari “semula jadi” sampai “kesudahan tujuan kejadian” penciptaan manusia itu sendiri, dan makhluk-makhluk lain dalam alam. “Itulah Sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi Sunnatullah itu.” (SQ.Al-Fath:23).

Orang-orang Minangkabau sejak dahulu, bahkan sampai seka rang masih menyatakan dirinya belajar / berguru dari Alam. Mereka menjadikan “Alam” sebagai “Guru”, untuk mengambil hikmah kias dan ibarat untuk dipedomani dalam mengarungi samudera kehidupan.

Oleh karena itulah manusia Minangkabau pada zamannya sa ngat berpegang teguh dengan hukum-hukum alam yang telah diciptakan Tuhan Seru Sekalian Alam, dituruti dan dipa tuhi. Perintah umum yang diisyaratkan dalam Tambo Asa (Tambo Asal Usul, juga menjadi bagian dari sumpah jabatan Penghulu secara Adat di Minangkabau) : “kerjakan suruh hentikan larang” yang berasal dari perintah Syariat Agama Islam.

Perintah ini baik secara Adat atau Syarak wajib diteruskan kepada anak kemenakan dalam kaumnya, di kampung, koto dan nagari sealamnya, dipedomani dengan seksama bagi pe ngenalan, pembangkitan, penempaan, pembinaan, dan per tumbuhan jasad jasmani, fisikal, mental, dan spiritual. Sampai kepada perwujudan sikap, tindak, laku, dan perbuatan manu sia, menuju tujuan akhir penciptaan.
Untuk itu ada kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan nya dengan benar dengan segala aturan hubungan-hubungan vertikal dan horizontal yang seimbang. Inilah “Wasilah - Way Of Life-nya Minangkabau yang harus dibangkitkan kembali dan di transformasikan secara seimbang kembali.

Aturan hubungan-hubungan antara manusia, hubungan manusia dengan makhluk ciptaan tuhan lainnya, hubungan manusia dengan alam lingkungannya, serta hubungan manu sia dengan Tuhan Yang Maha Menciptakan dirinya sendiri, telah diperkenalkan kepada kita lewat hukum-hukum Ilahi yang disampaikan dalam kitab-kitab suci, dan contoh-contoh kehidupan para Nabi dan RasulNya (a.s), serta cara-cara kehidupan dan kepemimpinan orang-orang saleh yang telah mewarisi nilai-nilai hukum-hukum kehidupan ini bagi pembangunan karakter, penataan hubungan kehidupan manusia yang seimbang dan harmonis. Dan semuanya itu, telah sempurna adanya dalam Al-Qur’an yang menjadi kitab suci umat Islam. Diperkuat pula dengan contoh-contoh suri keteladanan yang diberikan oleh Nabi Muhammad Saw. Sebagai penghulu sekalian Nabi dan Rasul as.

Al-Qur’an dengan jelas mengandung semua ajakan, tawaran, suruhan, dan anjuran untuk mengikuti aturan-aturan yang telah diciptakan Allah Swt. Untuk secara ikhlas bersedia dan rela menuruti perintah-perintahNya. Dan mematuhi larangan-larangan-Nya, demi kepentingan keselamatan dan kesejahtera an umat manusia itu sendiri dalam pengabdiannya sebagai Hamba Allah, di dunia menuju akhirat.

Untuk tidak kaku dan sempit pemahamannya (teks book thinking) terhadap apa-apa yang difirmankan Allah Swt. dalam Al-Qur’an tersebut, maka manusiapun disuruh untuk memper gunakan ke kuatan akalnya seoptimal mungkin dalam usaha nya menghayati, mendalami, dan memahami hukum-hukum alam ini. Dan membaca ayat-ayat Allah Swt. baik yang telah difirmankanNya secara tersurat, tersirat, maupun tersuruk maupun “ayat-ayat” yang bertebaran dalam alam, serta diwa jibkan meng-imani dan meyakininya secara haq, benar. Proses ini tentu tidak segampang menyebutkannya saja, atau memba canya saja karena ada tahap-tahap perjuangan diri yang harus dilalui seperti ilmul yaqin, ainul yaqin sampai kepada martabat haqq'ul yaqin.

Bahkan Allah Swt, menganjurkan hamba-hambaNya yang saleh lagi memiliki kekuatan akal yang dihidayahkan Tuhan kepada nya, untuk berjuang / berusaha menyelami rahasia-rahasia asma dan sifat-sifat Tuhan yang tersuruk, yang menyimpan berbagai gagasan-gagasn tersembunyi di alam raya maupun di dalam diri-diri manusia itu sendiri. Kemudian secara tepat guna memberikan nuansa baru dalam “kias” dan “ibarat” (orang minang menyebutnya basisampiang, bukan batilanjang) seba gai contoh perumpamaan yang tepat bagi sosialisasi nilai-nilai kehidupan terpuji dan mulia.
Hal ini sebagai upaya mewujudkan “visi” dan “misi” masa depan yang sejahtera, adil dan benar. Dan itu semua, hanya dapat dilakukan dengan kesadaran dan kemampuan untuk “merefleksikan diri” secara benar pula dalam naungan kosmis mataharinya Islam, cahaya keimanan yang Haq.

Prasyarat untuk dapat melakukan refleksi diri dengan benar, perlu adanya “cermin diri” yang bersih dan jernih. Dengan Cer min diri yang jernih dan bersih itu diharapkan mampu menang kap hidayah sinar pantulan atas tanggapan yang benar dan adil mengenai hukum-hukum Ilahi, bagi tuntunan kehidupan diri sendiri, keluarga dan bersama umat.

Jujuanglah langik jo bicaro, bumi nan jaan katirisan .. !

Wallahu Alam.

Catatanku di Pelita Hati - Tabloid Al-Hijrah 2002
diperbarui, 2012. Emral Djamal Dt. Rajo Mudo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar